Adanya hal itu saja, sudah cukup bagi siapa yang mempunyai sedikit pengetahuan tentang ekonomi, bahwa di sini keadaan adalah “miring”, - bahwa di sini tidak ada “keseimbangan”. Kesengsaraan rakyat Indonesia harus diakui oleh siapa saja yang mau menyelidikinya dengan hati yang bersih; kesengsaraan rakyat itu bukan “omong-kosong” atau “hasutan kaum penghasut”. Sebagaimana kekuasaan politik tidak bisa dicapai oleh kaum buruh Eropa di dalam satu, dua, tiga, sepuluh, dua puluh tahun, maka kemerdekaan pun tak bisa diperoleh rakyat Indonesia dalam satu helaan nafas saja! Memang bukan saja bagi rakyat kami, tetapi bagi tiap-tiap rakyat lain dan tiap-tiap manusia, tiap-tiap makhluk yang bernyawa, pengetahuan akan suatu nasib yang jelek adalah sumber keinginan akan nasib yang lebih nyaman baginya. Raksasa Indonesia yang tadinya pingsan seolah-olah tak bernyawa, raksasa Indonesia itu sekarang sudah berdiri tegak dan sudah memasang tenaga! Hampir tiap-tiap jurnalis sudah pernah merasakan tangan besinya hukum, hampir tiap-tiap pemimpin indonesia sudah pernah merasakan bui, hampir tiap bangsa Indonesia yang mengadakan perlawanan radikal lantas saja dipandang “berbahaya bagi keamanan umum”! Tidak selamanjalah perdjoanganperdjoangan ini membawa kemenangan-wadag kepada kaum proletar, malahan sering sekalilah besarnja kemenangan- kemenangan wadah ini tidak setimbang dengan besarnja korbanankorbanan jang djatuh di dalam perdjoangan itu,-en toch, di mana perdjoangan- perdjoangan itu menang, maka kekuatan- kekuatannja kaum proletar lantas mendjadilah haibat bertambah besarnja, oleh karena perdjoangan-perdjoangan jang demikian itu adalah mengorbankan rasakekuatannja di dalam perdjoangan kelas.
Dengan macam-macam alangan dan macam-macam ranjau demikian itu, maka “kemerdekaan” itu tinggal namanya saja “kemerdekaan” “hak” itu tinggal namanya saja, “hak”, dengan macam-macam serimpatan yang demikian, bennylin maka “kemerdekaan cetak-mencetak” dan “hak berserikat dan berkumpul” itu lantas menjadi suatu omong-kosong, suatu paskwil! Tuan-tuan Hakim, marilah sekali lagi kita bertanya dengan hati yang tenang dan tulus: adakah di sini bagi bangsaku kemerdekaan cetak-mencetak dan hak berserikat dan berkumpul, di mana menjalankan “kemerdekaan” dan “hak” itu dialang-alangi oleh macam-macam alangan, diranjaui oleh macam-macam ranjau yang demikian itu? Adakah di sini hak-hak itu, di mana kritik di muka umum gampang sekali mendapat teguran atau sopan, di mana tiap-tiap rapat penuh dengan spion-spion polisi, di mana hampir tiap-tiap pemimpin dibuntuti reserse di dalam gerak-geriknya ke mana-mana, di mana gampang sekali diadakan “larangan berapat”, di mana rahasia surat seringkali dilanggar diam-diam sebagai kami lihat dengan mata sendiri? Adakah di sini hak-hak itu, di mana laporan spion-spion itu saja atau tiap-tiap surat kaleng sudah bisa dianggap cukup buat membikin penggerebekan di mana-mana, mengunci berpuluh-puluh pemimpin di dalam tahanan, yang menjerumuskan pemimpin-pemimpin itu ke dunia pembuangan? Dan bukan di dalam perusahaan gula saja kita dapatkan “Upah yang paling rendah” atau “minimumloonen” itu! Tidakkah hal ini saja sudah cukup buat membenarkan kami punya pergerakan?
Tuan-tuan hakim yang terhormat, tadi sudah kami buktikan dengan angka-angka, bahwa drainage Indonesia tidak makin surut, tidak makin kecil, melainkan makin besar, makin membanjir, mendahsatkan, bahwa kelebihan-kelebihan ekspor makin tak berhingga, - bahwa ketidakseimbangan makin menjadi tidak seimbang! Lagi pula, tuan-tuan hakim, adanya kelebihan-kelebihan ekspor itu saja, - yang juga bukan “omong-kosong”, melainkan suatu barang yang nyata oleh adanya angka-angka statistik - adanya hal bahwa negeri Indonesia itu lebih banyak diangkuti kekayaan keluar daripada dimasukkan. Kita sudah mendengar janji-janjinya akan rezeki berjuta-juta yang tidak diangkuti ke negeri lain, akan peri kehidupan rakyat yang karena itu, senang dan selamat, akan keadaan sosial yang sesuai dan memenuhi kebutuhannya, akan susunan hidup politik yang secara kerakyatan longgar, akan kemajuan seni, ilmu kebudayaan yang tak teralang-alang. Kita dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan agar dia tidak akan terlalu menderita bagi kita, dan bahwa itu mungkin telah diberikan kepadanya, pada waktunya, untuk memiliki alasan nyata untuk bangga dengan putri-putrinya. Para Anggota Komite akan dipilih oleh Negara-negara Pihak, dari di antara warga negara mereka, dan mengabdi dalam kecakapan pribadi mereka, pertimbangan diberikan pada pembagian geografis yang adil, dan juga pada sistem-sistem hukum pokok. Terhadap diri saya pada tempoh yang lalu lebih mujarab dari obat Barat (saya bilang buat diri saya, jadi hal yang terkecuali dan penyakit yang terkecuali!).
Apakah hak-hak bangsa kami yang boleh dipakai sebagai obat di atas luka hati nasional yang perih itu? Di atas sudah kami katakan, bahwa Dr. Memang di atas sudah saya katakan, bahwa semua perobahan-perobahan-besar di dalam riwayat-dunia yang akhir-akhir ini adalah dihantarkan oleh massa-aksi, diparajikan oleh massa-aksi, - artinya: diparajikan oleh aksinya Rakyat-jelata yang berkobar-kobaran semangat menyundul langit. Dengan lain perkataan: Kaum modal partikelir mempunyai kepentingan atas rendahnya tenaga produksi dan rendahnya tingkat pergaulan hidup kami, imperialisme-modern karena itu, mengalang-halangi kemajuan sistem sosial kami itu, imperialisme-modern karena itu suatu rem bagi kami punya kemajuan ekonomi sosial! Brooshooft bahwa rakyat terjerumus ke dalam “jurang”, sejak dengungnya suara van Kol yang mendakwa atas adanya “negeri-negeri yang tiada sumsum lagi”, atau “jajahan yang sengsara” atau “ kemuduran manusia dan ternak”, - sejak zaman itu tetaplah bangsa kami hidup “sekarang makan besok tidak”, tetaplah bangsa kami hidup dalam “jurang”, tetaplah bangsa kami hidup dalam “jajahan yang sengsara”! “Bangsa yang terdiri dari kaum buruh belaka” dan “ menjadi buruh antara bangsa-bangsa”, Tuan-tuan Hakim, - itu bukan nyaman! O, memang, - memang gula “memasukkan” uang; memang onderneming erfpacht tidak begitu “mengenai” rakyat; memang minyak dibor dari sedalam-dalamnya tanah; - memang semua memberi kesempatan berburuh. ” Gula “memasukkan” uang ke dalam pergaulan hidup Indonesia dengan upah-upah dan penyewaan tanah; karet, teh, kopi, kina, hanya membuka tanah-tanah hutan yang jauh dari rakyat; minyak tanah keluarnya dari sedalam-dalamnya tanah, - semua memberi “berkah” pada rakyat dan kesempatan berburuh!
Comments
Post a Comment